Wednesday, January 22, 2014

Perjalanan karier Dewa 19

Dewa pertama kali dibentuk pada tahun 1986 oleh empat orang siswa SMP Negeri 6 Surabaya. Nama Dewa merupakan akronim dari nama mereka berempat: Dhani Ahmad (keyboard, vokal), Erwin Prasetya (bass), Wawan Juniarso (drum) dan Andra Junaidi (gitar). Mereka memiliki markas tempat berlatih di rumah Wawan di Jalan Darmawangsa Dalam Selatan No. 7, yang terletak di komplek Universitas Airlangga.
Dewa yang awalnya muncul dengan musik yang lebih pop, kemudian berubah haluan menjadi jazz setelah Erwin memperkenalkan musik jazz ke grup ini. Wawan yang merupakan penggemar berat musik rock kemudian memutuskan keluar pada tahun 1988 dan bergabung dengan Outsider yang antara lain beranggotakan Ari Lasso. Posisi Wawan kemudian digantikan oleh Salman dan nama Dewa pun diubah menjadi Down Beat, yang diambil dari nama majalah jazz terbitan Amerika Serikat. Di kawasan Jawa Timur dan sekitarnya, nama Down Beat waktu itu cukup terkenal, terutama setelah berhasil merajai panggung festival. Sebut saja Festival Jazz Remaja se-Jawa Timur, juara I Festival band SLTA '90 atau juara II Jarum Super Fiesta Musik.
Ketika nama Slank berkibar Wawan kembali dipanggil untuk menghidupkan Dewa, dengan mengajak pula Ari Lasso. Nama Down Beat pun berubah menjadi Dewa 19, karena waktu itu rata-rata usia personelnya 19 tahun. Kali ini, Dewa 19 hadir dengan mencampuradukkan beragam musik jadi satu: pop, rock, bahkan jazz, sehingga melahirkan alternatif baru bagi khasanah musik Indonesia saat itu.
Salah seorang teman sekelas Wawan, Harun ternyata tertarik pada konsep tersebut dan menawarkan investasi sebesar Rp 10 juta untuk memodali teman-temannya membuat master rekaman. Karena di Surabaya tidak ada studio yang memenuhi syarat, mereka terpaksa pergi hijrah ke Jakarta meskipun dengan modal yang pas-pasan. 






1992–1994: Album perdana dan kesuksesan awal

Dewa 19 menyelesaikan pembuatan master album perdana mereka di Jakarta. Setelah itu, Andra, Ari, Erwin, dan Wawan kembali ke Surabaya sementara Dhani tetap di Jakarta untuk mencari label rekaman yang bersedia mengorbitkan mereka. Dhani kemudian berkeliaran di penjuru kota Jakarta, dari satu perusahaan rekaman ke perusahaan rekaman lain menggunakan bus kota. Awalnya banyak perusahaan rekaman yang menolak mereka karena menganggap lagu mereka kurang menjual.[13] Master rekaman Deva 19 akhirnya dilirik oleh Jan Djuhana dari Team Records, yang pernah sukses melejitkan KLa Project.[1]
Pada tahun 1992, Dewa meluncurkan album pertamanya yang bertajuk Dewa 19. Di luar dugaan album perdana mereka meledak dan laris di pasaran, sehingga Team Records yang notabene merupakan label kecil terpaksa meminta Aquarius Musikindo untuk mengabil alih produksi album ini.[13] Album ini melahirkan singel berjudul "Kangen" dan "Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi" yang sukses mendapat tempat di hati pecinta musik Indonesia. Nama Dewa 19 pun seketika melejit di blantika musik Indonesia. Melalui album ini Dewa 19 berhasil menyabet 2 penghargaan di BASF Awards 1993, masing-masing untuk kategori "Pendatang Baru Terbaik" dan "Album Terlaris 1993".[1]
Pada tahun 1994, Dewa 19 merilis album kedua mereka yang berjudul Format Masa Depan. Di tengah penggarapan album ini, Wawan hengkang dari Dewa 19 dan kemudian digantikan sementara oleh pemain pembantu Rere (sekarang drummer di ADA Band). Terhitung sejak 24 September 1994 Aquarius Musikindo resmi menjadi label Dewa 19 menggantikan Team Records. Album ini menelurkan singel berjudul "Aku Milikmu" dan "Tak Akan Ada Cinta Yang Lain".





1995–1997: Terbaik Terbaik dan Pandawa Lima










Andra Junaidi, gitaris grup Dewa 19.

Pada tahun 1995, Dewa merilis album bertajuk Terbaik Terbaik. Wong Aksan kemudian bergabung dan menempati posisi drummer. Album ini memiliki konsep musik pop rock yang dikembangkan dengan menambah unsur-unsur jazz, folk, funk dan ballad. Banyak pengamat musik meyakini bahwa inilah album terbaik yang pernah dibuat Dewa 19 yang mengukuhkan mereka sebagai salah satu grup band besar terkreatif di Indonesia. Majalah Rolling Stone edisi Desember 2007, menempatkan album ini di posisi 26 dalam daftar "150 Album Indonesia Terbaik Sepanjang Masa". Sementara itu, singel pertamanya yang berjudul "Cukup Siti Nurbaya" berada di peringkat 20 dalam daftar "150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa" oleh majalah Rolling Stone edisi Desember 2009.
Selain "Cukup Siti Nurbaya", album Terbaik Terbaik juga melejitkan singel hit lain seperti "Satu Hati (Kita Semestinya)" dan lagu balada "Cinta 'Kan Membawamu Kembali". Lewat album ini Dewa kembali meraih penghargaan BASF Awards untuk "Grup Musik Rock Terbaik", "Grup/Duo Rekaman Terbaik" serta "Tata Musik Rekaman Terbaik". Video klip "Cukup Siti Nurbaya" juga mendapat penghargaan sebagai "Video Klip Terbaik" di ajang Video Musik Indonesia. Album Terbaik Terbaik telah sukses terjual sebanyak 500.000 keping di Indonesia. Sejak album ini pula Dewa 19 mulai menggunakan istilah Baladewa untuk menyebut para penggemar fanatiknya.
Album keempat Dewa 19 yang berjudul Pandawa Lima dirilis pada tahun 1997. Melalui album ini, Dewa 19 sukses meraih 6 penghargaan di Anugerah Musik Indonesia 1997, yaitu untuk "Lagu Alternatif Terbaik", "Lagu Terbaik Umum", "Duo/Grup Alternatif Terbaik", "Album Rhythm & Blues Terbaik" serta "Sampul Album Terbaik". Album ini melahirkan sejumlah hits di antaranya berjudul "Kirana" dan "Kamulah Satu-Satunya". Kedua lagu ini berhasil memenangkan penghargaan Video Musik Indonesia sebagai "Video Klip Favorit". Pandawa Lima telah sukses terjual lebih dari 800 ribu keping dan mendapat sertifikat 5x Platinum.






1998–1999: Ketergantungan narkoba dan perpecahan










Tyo Nugros bergabung ke dalam formasi dewa19 pada tahun 1999.

Pada tanggal 4 Juni 1998, Wong Aksan resmi dikeluarkan dari Dewa 19 akibat permainannya yang terlalu kental dengan corak jazz. Ia digantikan oleh Bimo Sulaksono (mantan anggota Netral). Tak lama kemudian Bimo keluar dari grup ini dan bergabung dengan Bebi untuk membentuk grup Romeo.
Dewa 19 juga menghadapi masalah akibat dua personelnya, Ari Lasso dan Erwin Prasetya mengalami ketergantungan berat narkoba. Selain menghancurkan kehidupan pribadi mereka, narkoba juga melumpuhkan seluruh aktivitas Dewa 19. Berbagai tawaran manggung terpaksa ditolak dan dibatalkan karena sering pada saat manggung, Ari tampil dengan kondisi yang memprihatinkan. Album ke-5 Dewa 19 tidak pernah selesai digarap akibat jadwal rekaman yang sering ditunda. Perlahan mulai timbul konflik di tubuh Dewa 19.
Ari dan Erwin sempat diberi waktu istirahat beberapa bulan dan Dewa 19 divakumkan untuk sementara waktu. Erwin kemudian memutuskan untuk masuk rehabilitasi dan pesantren untuk menghilangkan kebiasaan buruknya itu. Setelah melewati waktu yang cukup lama Erwin berhasil sembuh. Sementara Ari Lasso sama sekali tak ada tanda-tanda membaik, bahkan semakin memburuk. Melihat kondisi Ari Lasso semakin mengkhawatirkan, dengan terpaksa ia dikeluarkan dari posisi vokalis Dewa 19.
Pada tahun 1999, Dewa merilis album The Best of Dewa 19, yang berisi karya-karya terbaiknya semasa Ari Lasso menjadi vokalis. Album ini memuat dua lagu baru yaitu "Elang" dan "Persembahan dari Surga". Album ini kembali meraih sukses meski tanpa sepotong promosi apapun. Setelah perilisan album ini, Dewa 19 resmi hanya tinggal 2 orang personel saja.
Once Mekel yang berkenalan dengan Dhani pada tahun 1997, direkrut menjadi vokalis baru Dewa 19 menggantikan Ari Lasso. Sebelumnya, Once bersama Dhani dan Andra sempat menggarap rekaman untuk film Kuldesak. Once kemudian juga mengajak temannya, Tyo Nugros bergabung dengan Dewa 19 untuk mengisi posisi drummer yang kosong.


2000–2002: Puncak kesuksesan


Setelah sekian lama vakum dari blantika musik Indonesia, akhirnya pada tanggal 30 April 2000, Dewa tampil secara perdana dengan formasi baru: Ahmad Dhani (keyboard), Andra Junaidi (gitar), Once Mekel (vokalis) dan Tyo Nugros (drumer). Kali ini Dewa 19 hadir dengan nama "Dewa" saja, tanpa embel-embel "19".

Pada tahun 2000, Dewa merilhs album kelimanya bertajuk Bintang Lima. Awalnya banyak yang pesimis dengan formasi Dewa saat itu. Namun ternyata, album Bintang Lima justru meledak di pasaran, bahkan menjadi album tersukses sepanjang karier Dewa. Dari 11 materi lagu di album tersebut, 6 di antaranya manjadi lagu favorit anak-anak muda di seantero tanah air. "Roman Picisan", "Dua Sejoli", "Risalah hati", "Separuh Nafas", "Cemburu" dan "Lagu Cinta" adalah lagu-lagu yang banyak direquest di radio-radio terkemuka di Indonesia. Dewa mengadakan tur di 36 kota untuk mempromosikan album ini sekaligus memperkenalkan formasi baru mereka. Melalui album ini, Dewa menyabet tiga penghargaan AMI Awards 2000, yaitu "Penyanyi/Group Terbaik", "Lagu Terbaik" ("Roman Picisan") dan "Album Terbaik". Bintang Lima sukses terjual lebih dari 1,7 juta keping dan merupakan salah satu album terlaris di Indonesia. Total penjualan album ini (asli dan bajakan) diperkirakan mencapai 9 juta keping. Majalah Rolling Stone menempatkan album ini di posisi 96 dalam daftar "150 Album Indonesia Terbaik".
Erwin Prasetya yang telah sembuh total dari narkoba kembali bergabung dengan Dewa. Album keenam Cintailah Cinta dirilis pada tanggal 5 April 2002. Album ini awalnya akan diberi judul Indera Ke-Enam, namun hanya karena pertimbangan pasar, pihak label menggantinya menjadi Cintailah Cinta. Album ini pun kembali mendulang sukses album Bintang Lima. Sebelum resmi dirilis di pasaran album ini bahkan telah laris sebanyak 200.000 keping. Total penjualan album ini telah mencapai lebih 1,04 juta keping. Pada ajang AMI Awards 2002, Dewa berhasil membawa tiga penghargaan untuk kategori "Duo/Grup Pop Terbaik", "Lagu Terbaik" ("Arjuna"$29 serta "Sampul Album Terbaik.
Di tengah kesuksesan yang diraihnya, Dewa tersandung masalah pelanggaran hak cipta. Lagu berjudul "Arjuna Mencari Cinta" digugat oleh Yudhistira ANM Massardi, selaku penulis novel dengan judul yang sama. Dewa dianggap menciplak judul novel "Arjuna Mencari Cinta" tanpa konfirmasi dengan si penulis. Meskipun awalnya sempat bersikukuh tidak bersalah, Dewa akhirnya bersedia berdamai dengan mengganti judul lagunya menjadi "Arjuna".
Pada tahun yang sama, Dewa merekam lagu berjudul "Juara Sejati" untuk menjadi theme song resmi Piala Dunia 2002 di Indonesia, yang disiarkan oleh RCTI. Meskipun awalnya bukan untuk tujuan komersil, lagu ini kemudian dirilis dalam kompilasi bertajuk NU Rock.
Pada tanggal 1 Juli 2002, Erwin Prasetya kembali dikeluarkan dari Dewa oleh pihak manajemen untuk selama-lamanya. Ia kemudian digantikan oleh Yuke Sampurna, yang merupakan mantan basist The Groove.

No comments:

Post a Comment