3 hal pemahaman tentang EMO
1.
Sebagai suatu genre musik, emocore termasuk musik yang agak terlambat
masuk ke Indonesia, dimana sejak awal kemunculannya, pada tahun 1984,
baru saat sekarang ini emo muncul sebagai jenis musik yang sangat banyak
diminati, baik di Jakarta, Bandung, Yogya, Semarang, Medan, Kalimantan,
Sulawes, dsb. Genre Musik ini, sebagaimana genre musik lainnya sangat
mustahil muncul dengan sendirinya. Semua aspek budaya manusia, termasuk
di dalamnya hal ini, emo, punk, metal, hardcore, rock 'n' roll, sangat
bersifat 'dialektis', yang artinya terbentuk dari berbagai pengaruh
budaya lain yang sebelumnya dan saat itu, ada. Tidak dalam hal style dan
audio-visual saja, tapi secara ideologis, musik sangat besar
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial subjek di sekitarnya, jika
kita lihat akar musik underground di dunia, semua berasal dari satu
moyang, jazz, blues dan klasik. Dan corak masing-masing generasi dari
genre musik tersebut, sangatlah berbeda satu sama lainnya, sesuai dengan
kondisi zamannya, dan poin inilah yang akan saya jelaskan di poin ke-3
di bawah.
2. Sebagai suatu komunitas, kesamaan hobi dan selera
dalam musik, dalam hal ini, emo-core, screamo, dsb. mendorong suatu
pergerakan sosial yang secara informal, mengumpulkan masyarakat muda
untuk tergabung dalam even-even musik khusus, melalui media langsung dan
tidak langsung menyatukan para individu yang berlatar belakang
beda-beda dalam satu kesamaan hobi; all stuffs around emo. Atau sebagai
contoh di Indonesia ini, kita mengenal suatu komunitas musik progesif
rock yang bernama 'Indonesian Progressive Society' (IPS).
3.
Sebagai suatu fenomena perubahan sosial, di sinilah yang paling menarik.
Sejak kemunculan 'Emo' dalam belantika musik di Indonesia, khususnya di
generasi masyarakat Indie, kehadiran genre musik dan style dari Amrik
ini membawa angin kontroversial yang cukup besar (bisa jadi hanya
dibesar-besarkan, atau memang betul-betul besar dari sananya). Mengapa?
karena berdasarkan fakta dari observasi saya, banyak diantara mereka
yang menyukai 'musik emo' tapi di sisi lain, mereka membencinya hanya
karena faktor 'fashion' (kulit luar)-nya saja, yang pada akhirnya
bercampur aduk dengan penafsiran yang 'abstrak' dan akhirnya, melahirkan
apresiasi musik yang abstrak pula tanpa ada kesimpulan objektif yang
nyata dari jenis musik tersebut.
No comments:
Post a Comment